KATA PENGANTAR
Puji
syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta
karunia-Nya kepada kami sehingga kami dapat menyelesaikan LAPORAN STUDI TOUR
JOGJAKARTA yang disusun untuk memenuhi salah satu Program Sekolah.
Kami
menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik
dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi
kesempurnaan makalah ini.
Akhir
kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta
dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga Allah SWT
senantiasa meridhai segala usaha kita. Amin.
Penulis
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR ....................................................................................................
DAFTAR ISI ................................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang............................................................................................
1.2 Tujuan
Kegiatan .........................................................................................
1.3 Metode
Penulisan ......................................................................................
1.4 Waktu
Pelaksanaan ...................................................................................
BAB II
OBJEK-OBJEK YANG DIKUNJUNGI
2.1 Owabong.....................................................................................................
2.2 Borobudur ..................................................................................................
2.3 Museum
Dirgantara...................................................................................
2.4 Taman
Pintar .............................................................................................
2.5 Keraton ......................................................................................................
2.6 Malioboro ..................................................................................................
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan ................................................................................................
3.2 Saran ..........................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Seiring dengan perkembangan dunia pariwisata di negara kita
terutama peninggalan – peninggalan bersejarah yang tersebar dari Sabang sampai
Merauke menjadi salah satu alasan diadakannya studi tour. Studi tour merupakan
suatu agenda rutin tahunan yang diselenggarakan SMP NEGERI 2 xxxxxxxx .
Sekolah kami tahun ini memilih kota Jogjakarta sebagai tempat untuk studi tour
karena memiliki banyak peninggalan – peninggalan bersejarah yang layak untuk
kami ketahui.
1.2 Tujuan Kegiatan
1) Menanamkan
rasa cinta tanah air dengan dibuktikan
oleh kesadaran memiliki semangat belajar yang tinggi.
2) Memperkaya
pengalaman para siswa menenai objek-objek tertentu dengan cara melihat,
mendengar, meraba dan merasakan sendiri bagaimana rupa atau objek dalam keadaan
aslinya.
3) Mendidik
dan melatih para siswa membuat karya tulis sebagai laporan observasi.
4) Sebagai
lembaga pendidikan formal, sekolah ingin mencetak lulusan yang memiliki wawasan
nasional dan internasional.
1.3
Metode
Penulisan
Metode yang
digunakan dalam pengerjaan karya tulis ini adalah:
·
Metode Observasi
Yaitu
dengan melihat langsung objek yang dikunjungi atau diteliti.
·
Metode Literatur
Yaitu
dengan menggunakan media internet
1.4 Waktu Pelaksanaan
Studi tour
dilaksanakan pada hari xxxxxxxxxxxx
BAB II
OBJEK-OBJEK YANG DIKUNJUNGI
2.1 Owabong
Obyek wisata air Bojongsari
atau lebih dikenal sebagai Owabong adalah tempat wisata keluarga yang memiliki wahana permainan
berupa kolam renang, arena gokart, waterboom dan wahana air lainnya. Terletak di
desa Bojongsari kecamatan Bojongsari Kabupaten Purbalingga propinsi Jawa Tengah.
Berawal dari sebuah kolam renang
pribadi yang dibuat oleh warga negara Belanda yang dibangun pada tahun 1946,
kemudian diambil alih seorang keturunan Tionghoa bernama Kwi Sing. Pada tahun
2004 dibeli oleh PEMDA kabupaten Purbalingga yang akhirnya membangunnya sebagai
sebuah wahana wisata keluarga dan diperluas hingga 4,8 Ha dari sebelumnya yang
hanya 1 Ha saja hingga selesai dan diresmikan pada 1 Maret 2005.
Wahana Permainan yang ada di Owabong
diantaranya :
·
Kolam Olympic
·
Papan luncur, WaterBoom
·
Flying Fox
·
Kolam sesat
·
Pantai BebasTsunami
|
·
Kolam Pesta Air
·
Kolam Akhir
·
Kanal Arus
·
Kolam Terapi Ikan
·
Arena Gokart
|
2.2 Borobudur
Borobudur adalah nama sebuah candi Buddha yang
terletak di Borobudur, Magelang, Jawa Tengah, Indonesia.
Lokasi candi adalah kurang lebih 100 km di
sebelah barat daya Semarang,
86 km di sebelah barat Surakarta,
dan 40 km di sebelah barat laut Yogyakarta.
Terletak sekitar 40 kilometer (25 mil) barat laut dari Kota Yogyakarta,
Borobudur terletak di atas bukit pada dataran yang dikeliling dua pasang gunung
kembar; Gunung Sundoro-Sumbingdi
sebelah barat laut dan Merbabu-Merapi di
sebelah timur laut, di sebelah utaranya terdapat bukit Tidar, lebih dekat di sebelah
selatan terdapat jajaran perbukitan Menoreh,
serta candi ini terletak dekat pertemuan dua sungai yaitu Sungai Progo danSungai
Elo di sebelah timur. Menurut legenda Jawa, daerah yang
dikenal sebagai dataran Kedu adalah
tempat yang dianggap suci dalam kepercayaan Jawa dan disanjung sebagai 'Taman
pulau Jawa' karena keindahan alam dan kesuburan tanahnya.
Candi berbentuk stupa ini
didirikan oleh para penganut agama Buddha Mahayana sekitar tahun 800-an Masehi pada
masa pemerintahan wangsa Syailendra.
Monumen ini terdiri atas enam teras berbentuk bujur sangkar yang diatasnya
terdapat tiga pelataran melingkar, pada dindingnya dihiasi dengan 2.672 panel relief dan
aslinya terdapat 504 arca Buddha.[1] Stupa utama terbesar teletak di tengah
sekaligus memahkotai bangunan ini, dikelilingi oleh tiga barisan melingkar 72
stupa berlubang yang didalamnya terdapat arca buddha tengah duduk bersila dalam
posisi teratai sempurna dengan mudra (sikap
tangan) Dharmachakra mudra (memutar roda dharma).
Monumen ini
merupakan model alam semesta dan dibangun sebagai tempat suci untuk memuliakan Buddha sekaligus berfungsi sebagai tempat ziarah untuk
menuntun umat manusia beralih dari alam nafsu duniawi menuju pencerahan dan
kebijaksanaan sesuai ajaran Buddha.
Tidak ditemukan
bukti tertulis yang menjelaskan siapakah yang membangun Borobudur dan apa
kegunaannya.[ Waktu
pembangunannya diperkirakan berdasarkan perbandingan antara jenis aksara yang
tertulis di kaki tertutup Karmawibhangga dengan jenis aksara yang lazim
digunakan pada prasasti kerajaan abad ke-8 dan ke-9. Diperkirakan Borobudur
dibangun sekitar tahun 800 masehi. Kurun
waktu ini sesuai dengan kurun antara 760 dan 830 M, masa puncak kejayaan
wangsaSyailendra di Jawa Tengah, yang
kala itu dipengaruhi Kemaharajaan Sriwijaya.
Pembangunan Borobudur diperkirakan menghabiskan waktu 75 - 100 tahun lebih dan
benar-benar dirampungkan pada masa pemerintahan raja Samaratungga pada
tahun 825.
Terdapat
kesimpangsiuran fakta mengenai apakah raja yang berkuasa di Jawa kala itu
beragama Hindu atau Buddha. Wangsa Sailendra diketahui sebagai penganut agama
Buddha aliran Mahayana yang taat, akan tetapi melalui temuan prasasti Sojomerto menunjukkan bahwa mereka mungkin awalnya beragama Hindu
Siwa.[21] Pada
kurun waktu itulah dibangun berbagai candi Hindu dan Buddha di Dataran Kedu.
Berdasarkan Prasasti Canggal,
pada tahun 732 M, raja beragama Siwa Sanjaya memerintahkan pembangunan bangunan suci Shiwalingga yang dibangun di perbukitan Gunung Wukir, letaknya hanya
10 km (6.2 mil) sebelah timur dari Borobudur. Candi Buddha Borobudur
dibangun pada kurun waktu yang hampir bersamaan dengan candi-candi di Dataran Prambanan,
meskipun demikian Borobudur diperkirakan sudah rampung sekitar 825 M, dua puluh
lima tahun lebih awal sebelum dimulainya pembangunan candi Siwa Prambanan sekitar
tahun 850 M.
Pembangunan
candi-candi Buddha — termasuk Borobudur — saat itu dimungkinkan karena pewaris
Sanjaya, Rakai Panangkaranmemberikan
izin kepada umat Buddha untuk membangun candi. Bahkan untuk menunjukkan penghormatannya, Panangkaran
menganugerahkan desa Kalasan kepada sangha (komunitas
Buddha), untuk pemeliharaan dan pembiayaan Candi Kalasan yang dibangun untuk memuliakan Bodhisattwadewi
Tara, sebagaimana disebutkan dalam Prasasti Kalasan berangka tahun 778 Masehi.Petunjuk ini dipahami oleh para arkeolog, bahwa pada
masyarakat Jawa kuno, agama tidak pernah menjadi masalah yang dapat menuai
konflik, dengan dicontohkan raja penganut agama Hindu bisa saja menyokong dan
mendanai pembangunan candi Buddha, demikian pula sebaliknya. Akan tetapi diduga terdapat persaingan antara dua wangsa
kerajaan pada masa itu — wangsa Syailendra yang menganut Buddha dan wangsa
Sanjaya yang memuja Siwa — yang kemudian wangsa Sanjaya memenangi pertempuran pada
tahun 856 di perbukitan Ratu Boko.[26] Ketidakjelasan juga timbul mengenai candi Lara Jonggrang
di Prambanan,
candi megah yang dipercaya dibangun oleh sang pemenang Rakai Pikatan sebagai jawaban
wangsa Sanjaya untuk menyaingi kemegahan Borobudur milik wangsa Syailendra,[26] akan
tetapi banyak pihak percaya bahwa terdapat suasana toleransi dan kebersamaan
yang penuh kedamaian antara kedua wangsa ini yaitu pihak Sailendra juga
terlibat dalam pembangunan Candi Siwa di Prambanan.
2.3 Museum Dirgantara
Museum Dirgantara adalah
museum yang digagas oleh TNI AU untuk mengabadikan peristiwa bersejarah dalam
lingkungan TNI AU, bermarkas di kompleks pangkalan udara Adi Sutjipto
Yogyakarta, museum ini sebelumnya berada berada di Jalan Tanah Abang Bukit,
Jakarta dan diresmikan pada 4 April 1969 oleh Panglima AU Laksamana Roesmin
Noerjadin lalu dipindahkan ke Yogyakarta pada 1978. Museum ini menyimpan
sejumlah foto tokoh-tokoh sejarah serta diorama peristiwa sejarah. Sejumlah
pesawat tempur dan replikanya juga terdapat di museum ini yang kebanyakan
berasal dari masa Perang Dunia II dan perjuangan kemerdekaan, diantaranya:
·
Pesawat PBY-5A (Catalina).
·
Replika pesawat WEL-I RI-X.
·
Pesawat A6M5 Zero Zen buatan Jepang.
·
Pesawat pembom B 25 Mitchell, B 26 Invader.
·
Helikopter 360 buatan AS.
Museum TNI AU
diresmikan pada tanggal 4 April 1969 oleh Panglima Angkatan Udara Laksamana
Udara Rusmin Nuryadin berkedudukan di Makowilu V Tanah Abang Bukit, Jakarta.
Dengan
pertimbangan antara lain bahwa Yogyakarta merupakan tempat lahir dan pusat
perjuangan TNI AU periode 1945-1949 serta tempat penggodokan Karbol AAU, maka
pada bulan November 1977 Museum AURI di Jakarta dipindahkan dan diintegrasikan
dengan Museum di Ksatrian AAU di Pangkalan Adisutjipto, Yogyakarta, dan tanggal
29 Juli 1978 diresmikan sebagai Museum Pusat TNI AU Dirgantara Mandala.
Mengingat
semakin bertambahnya koleksi, maka pada tahun 1984 Museum dipindahkan ke
Wonocatur menempati sebuah gedung bersejarah. Gedung tersebut semasa penjajahan
Belanda adalah sebuah pabrik gula dan pada waktu pendudukan Jepang digunakan
sebagai Depo Logistik. Pada bulan Oktober 1945 BKR dan para pejuang kemerdekaan
berhasil merebut Pangkalan Udara Maguwo (sekarang Lanud Adisutjipto) dari
tangan Jepang, termasuk segala unsur logistik dan fasilitasnya yang kemudian
digunakan sebagai unsur kekuatan awal TNI Angkatan Udara.
Museum TNI AU memiliki lebih dari 10.000 koleksi komponen
alutsista dan 40 pesawat terbang dari negara barat sampai timur, serta terdapat
koleksi berupa diorama-diorama, foto-foto, lukisan-lukisan, tanda-tanda
kehormatan, dan lain-lain yang disusun dan ditata berdasar kronologi peristiwa.
(Koleksi
pesawat antara lain) Pesawat WEL RI X merupakan produksi pertama bangsa
Indonesia yang dibuat pada tahun 1948 oleh Biro Rencana dan Konstruksi, Seksi
Percobaan Pembuatan Pesawat Terbang, Magetan, Madiun, dibawah pimpinan Opsir
Udara III (Kapten) Wiweko Supomo. Pesawat ini memakai mesin Harley Davidson 2
Silinder model tahun 1928.
Pesawat
Pembom Guntai direbut dari Jepang saat Belanda melancarkan aksi blokade
terhadap dirgantara Indonesia, pesawat buatan tahun 1930 ini dengan
penerbangnya Kadet Mulyono melaksanakan pemboman terhadap kedudukan lawan di
Semarang pada tanggal 29 Juli 1947.
Pesawat Jet
Star merupakan pesawat kepresidenan hadiah dari pemerintah Amerika Serikat
kepada Presiden RI Soekarno, pernah digunakan dalam kunjungan ke beberapa
negara antara lain Malaysia, Singapura, Filipina, Vietnam, dan Thailand.
Berbagai
jenis pesawat pemburu, latih, dan angkut periode 1950-1965.
Diorama Sekbang
I Taloa, Amerika Serikat, Sekbang India, Sekbang Andir, dan Sekolah Perwira
Teknik Udara.
2.4 Taman Pintar
Terletak di kawasan pusat Kota Yogyakarta, sebuah wahana
wisata baru untuk anak-anak yakni Taman Pintar dibangun sebagai wahana ekpresi,
apresiasi dan kreasi dalam suasana yang menyenangkan. Dengan moto mencerdaskan
dan menyenangkan, taman yang mulai dibangun pada 2003 ini ingin
menumbuhkembangkan minat anak dan generasi muda terhadap sains melalui
imajinasi, percobaan, dan pemainan dalam rangka pengembangan Sumber Daya
Manusia Indonesia yang berkualitas. Di dalam taman yang digagas oleh Wali Kota
Yogyakarta, Herry Zudianto, SE.Akt, MM, dan dibangun di atas lahan seluas
12.000 meter persegi ini, terdapat enam zona dengan bermacam wahana bermain dan
belajar yang disertai alat peraga iptek.
Pembangunan Taman Pintar dimulai sejak Mei 2006 dan
diresmikan pada 9 Juni 2007 oleh gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta, Sultan
Hamengkubuwono X, bersama dua mentri, yakni Mentri Riset dan Teknologi
(Menristek), Kusmayanto Kadiman, P.hD. dan Mentri Pendidikan Nasional
(Mendiknas), Prof. Dr. Bambang Sudibyo, MBA. Pendekatan taman ini dalam
menyampaikan iptek dilakukan melalui berbagai media dengan tujuan meningkatkan
apresiasi, merangsang rasa ingin tahu, menumbuhkan kesadaran, dan memancing
kreatifitas anak-anak terhadap iptek.
Di dalam taman yang dibangun dengan biaya Rp. 53 milyar ini
terdapat enam zona yang disesuaikan dengan sub-sub tema materi isi, antara lain
Playground area, Gedung PAUD barat dan PAUD timur, Gedung Oval lantai 1, Gedung
Oval lantai 2, Gedung Kotak Lantai 1, Gedung KOtak lantai 2 dan gedung
Memorabilia. Pada masing-masing zona memiliki berbagai wahana unggulan, antara
lain Taman Bermain, Penjelajah Kecil, Petualangan Lingkungan, Titian Penemuan,
Titian Sains, Jembatan Sains, Indonesiaku, Teknologi Canggih, dan teknologi
Populer. Masing-masing wahana memiliki
luas dan arsitektur bangunan yang mirip, tapi dari segi materi mempunyai
karakteristik yang berbeda-beda. Pengunjung pun akan merasakan kemiripan
sekaligus perbedaan ketika memasuki masing-masing wahana taman ini.
Wahana taman bermain misalnya, selain dapat digunakan sebagai
ruang tunggu dan ruang public bagi pengunjung, juga dapat digunakan sebagai
area bermain anak-anak guna menumbuhkan kecerdasan dan keterampilan. Anak-anak
bisa belajar sains dengan gembira seperti pada permainan cakram warna, permainan
air, dan dinding berdendang.
Selain itu, pada wahana Titian Penemuan pengunjung dapat
mengetahui aneka penemuan (mulai dari penemuan roda, lampu, telpon, sampai
listrik), penciptaan, perkembangan sains dan implikasinya terhadap peradaban
umat manusia. Wahana ini memiliki dua bagian, yaitu sejarah sains dan penemu
besar dunia.
Wahana lainnya adalah titian sains yang memperkenalkan
pembelajaran dengan metode ilmiah. Wahana ini memiliki dua bagian untuk
anak-anak yang berminat pada penelitian, yaitu anjungan duga-duga yang
memaparkan urutan langkah-langkah dalam metode penelitian tersebut. Selain itu
, terdapat juga wahana jembatan pintar Sains untuk memperkenalkan ilmu-ilmu
dasar seperti matematika, fisika, kimia, dan biologi dengan penekanan pada penerapannya
dalam kehidupan sehari-hari. Taman Pintar juga ingin mewujudkan salah satu
ajaran Ki Hajar Dewantara yaitu Niteni: Memahami, Niroake: Menirukan, dan
Nambahi: Mengembangkan.
2.5 Keraton
Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat atau Keraton Yogyakarta merupakan istana resmi Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat yang kini berlokasi di Kota Yogyakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta, Indonesia. Walaupun kesultanan tersebut secara
resmi telah menjadi bagian Republik
Indonesia pada tahun
1950, kompleks bangunan keraton ini masih
berfungsi sebagai tempat tinggal sultan dan rumah tangga istananya yang masih menjalankan tradisi
kesultanan hingga saat ini. Keraton ini kini juga merupakan salah satu objek
wisata di Kota Yogyakarta.
Keraton
Yogyakarta mulai didirikan oleh Sultan
Hamengku Buwono I
beberapa bulan pasca Perjanjian
Giyanti pada tahun 1755. Lokasi keraton ini konon adalah bekas sebuah pesanggarahan[2]
yang bernama Garjitawati. Pesanggrahan ini digunakan untuk istirahat
iring-iringan jenazah raja-raja Mataram (Kartasura dan Surakarta) yang akan
dimakamkan di Imogiri. Versi lain menyebutkan lokasi
keraton merupakan sebuah mata air, Umbul Pacethokan, yang ada di tengah
hutan Beringan. Sebelum menempati Keraton Yogyakarta, Sultan Hamengku Buwono I
berdiam di Pesanggrahan Ambar Ketawang yang sekarang termasuk wilayah
Kecamatan Gamping Kabupaten Sleman
Sultan
Hamengku Buwono X adalah sultan yang sekarang berkuasa di keratin jogja.
Sekitar
setahun setelah Kesultanan Yogyakarta (khususnya Parentah nJawi)
bersama-sama Kadipaten
Paku Alaman diubah
statusnya dari negara (state) menjadi Daerah Istimewa setingkat Provinsi secara resmi pada
1950, Keraton mulai dipisahkan dari
Pemerintahan Daerah Istimewa dan di-depolitisasi sehingga hanya menjadi sebuah Lembaga
Pemangku Adat Jawa khususnya garis/gaya Yogyakarta. Fungsi Keraton berubah
menjadi pelindung dan penjaga identitas budaya Jawa khususnya gaya Yogyakarta.
Walaupun
dengan fungsi yang terbatas pada sektor informal namun keraton Yogyakarta tetap
memiliki kharisma tersendiri di lingkungan masyarakat Jawa khususnya di Prov.
D.I. Yogyakarta. Selain itu keraton Yogyakarta juga
memberikan gelar kebangsawanan kehormatan (honoriscausa) pada mereka yang
mempunyai perhatian kepada budaya Jawa khususnya Yogyakarta disamping mereka
yang berhak karena hubungan darah maupun karena posisi mereka sebagai pegawai
(abdi-Dalem) keraton.
Keraton
Yogyakarta atau dalam bahasa aslinya Karaton Kasultanan Ngayogyakarta
merupakan tempat tinggal resmi para Sultan yang bertahta di Kesultanan
Yogyakarta. Karaton artinya tempat dimana "Ratu" (bahasa Jawa yang
dalam bahasa Indonesia berarti Raja) bersemayam. Dalam kata lain
Keraton/Karaton (bentuk singkat dari Ke-ratu-an/Ka-ratu-an) merupakan tempat
kediaman resmi/Istana para Raja. Artinya yang sama juga ditunjukkan dengan kata
Kedaton. Kata Kedaton (bentuk singkat dari Ke-datu-an/Ka-datu-an)
berasal dari kata "Datu" yang dalam bahasa Indonesia berarti Raja.
Dalam pembelajaran tentang budaya Jawa, arti ini mempunyai arti filosofis yang sangat dalam[88].
Keraton
Yogyakarta tidak didirikan begitu saja. Banyak arti dan makna filosofis yang
terdapat di seputar dan sekitar keraton. Selain itu istana Sultan Yogyakarta
ini juga diselubungi oleh mitos dan mistik yang begitu kental. Filosofi dan
mitologi tersebut tidak dapat dipisahkan dan merupakan dua sisi dari sebuah
mata uang yang bernama keraton. Penataan tata ruang keraton, termasuk pula pola
dasar landscape kota tua Yogyakarta, nama-nama yang dipergunakan, bentuk
arsitektur dan arah hadap bangunan, benda-benda tertentu dan lain sebagainya
masing-masing memiliki nilai filosofi dan/atau mitologinya sendiri-sendiri.
Tata
ruang dasar kota tua Yogyakarta berporoskan garis lurus Tugu, Keraton, dan
Panggung Krapyak serta diapit oleh S. Winongo di sisi barat dan S. Code di sisi
timur. Jalan P. Mangkubumi (dulu Margotomo), jalan Malioboro (dulu Maliyoboro),
dan jalan Jend. A. Yani (dulu Margomulyo) merupakan sebuah boulevard
lurus dari Tugu menuju Keraton. Jalan D.I. Panjaitan (dulu Ngadinegaran
[?])merupakan sebuah jalan yang lurus keluar dari Keraton melalui Plengkung
Nirboyo menuju Panggung Krapyak. Pengamatan citra satelit memperlihatkan
Tugu, Keraton, dan Panggung Krapyak berikut jalan yang menghubungkannya
tersebut hampir segaris (hanya meleset beberapa derajat). Tata ruang tersebut
mengandung makna "sangkan paraning dumadi" yaitu asal mula manusia
dan tujuan asasi terakhirnya[89].
Dari
Panggung Krapyak menuju ke Keraton (Kompleks Kedaton) menunjukkan
"sangkan" asal mula penciptaan manusia sampai manusia tersebut
dewasa. Ini dapat dilihat dari kampung di sekitar Panggung Krapyak yang diberi
nama kampung Mijen (berasal dari kata "wiji" yang berarti
benih). Di sepanjang jalan D.I. Panjaitan ditanami pohon asam (Tamarindus
indica [?]) dan tanjung (Mimusops elengi [?]) yang melambangkan masa
anak-anak menuju remaja. Dari Tugu menuju ke Keraton (Kompleks Kedaton)
menunjukkan "paran" tujuan akhir manusia yaitu menghadap penciptanya.
Tujuh gerbang dari Gladhag sampai Donopratopo melambangkan tujuh
langkah/gerbang menuju surga (seven step to heaven)[90].
Tugu
golong gilig (tugu Yogyakarta) yang menjadi batas utara kota tua menjadi simbol
"manunggaling kawulo gusti" bersatunya antara raja (golong)
dan rakyat (gilig). Simbol ini juga dapat dilihat dari segi mistis yaitu
persatuan antara khalik (Sang Pencipta) dan makhluk (ciptaan). Sri Manganti
berarti Raja sedang menanti atau menanti sang Raja.
Pintu
Gerbang Donopratopo berarti "seseorang yang baik selalu memberikan kepada
orang lain dengan sukarela dan mampu menghilangkan hawa nafsu". Dua patung
raksasa Dwarapala yang terdapat di samping gerbang, yang satu, Balabuta,
menggambarkan kejahatan dan yang lain, Cinkarabala, menggambarkan
kebaikan. Hal ini berarti "Anda harus dapat membedakan, mana yang baik dan
mana yang jahat".
Beberapa
pohon yang ada di halaman kompleks keraton juga mengandung makna tertentu.
Pohon beringin (Ficus benjamina; famili Moraceae) di Alun-alun
utara berjumlah 64 (atau 63) yang melambangkan usia Nabi Muhammad. Dua pohon
beringin di tengah Alun-alun Utara menjadi lambang makrokosmos (K. Dewodaru,
dewo=Tuhan) dan mikrokosmos (K. Janadaru, jana=manusia). Selain itu ada yang
mengartikan Dewodaru adalah persatuan antara Sultan dan Pencipta sedangkan
Janadaru adalah lambang persatuan Sultan dengan rakyatnya. Pohon gayam (Inocarpus
edulis/Inocarpus fagiferus; famili Papilionaceae)bermakna
"ayem" (damai,tenang,bahagia) maupun "gayuh" (cita-cita).
Pohon sawo kecik (Manilkara kauki; famili Sapotaceae) bermakna
"sarwo becik" (keadaan serba baik, penuh kebaikan)[91].
Dalam
upacara garebeg, sebagian masyarakat mempercayai apabila mereka mendapatkan
bagian dari gunungan yang diperebutkan mereka akan mendapat tuah tertentu
seperti kesuburan tanah dan panen melimpah bagi para petani. Selain itu saat
upacara sekaten sebagian masyarakat mempercayai jika mengunyah sirih pinang
saat gamelan sekati dimainkan/dibunyikan akan mendapat tuah awet muda. Air sisa
yang digunakan untuk membersihkan pusaka pun juga dipercaya sebagian masyarakat
memiliki tuah. Mereka rela berdesak-desakan sekedar untuk memperoleh air
keramat tersebut.
Benda-benda
pusaka keraton juga dipercaya memiliki daya magis untuk menolak bala/kejahatan.
Konon bendera KK Tunggul Wulung, sebuah bendera yang konon berasal dari
kain penutup kabah di Makkah (kiswah), dipercaya dapat
menghilangkan wabah penyakit yang pernah menjangkiti masyarakat Yogyakarta.
Bendera tersebut dibawa dalam suatu perarakan mengelilingi benteng baluwerti.
Konon peristiwa terakhir terjadi pada tahun 1947 (?). Dipercayai pula oleh sebagian
masyarakat bahwa Kyai Jegot, roh penunggu hutan Beringan tempat
keraton Yogyakarta didirikan, berdiam di salah satu tiang utama di nDalem
Ageng Prabayaksa. Roh ini dipercaya menjaga ketentraman kerajaan dari
gangguan.
2.6 Malioboro
Malioboro adalah nama salah satu jalan dari
tiga jalan di Kota
Yogyakarta yang
membentang dari Tugu
Yogyakarta hingga ke
perempatan Kantor Pos Yogyakarta. Secara keseluruhan terdiri dari Jalan Pangeran
Mangkubumi, Jalan Malioboro dan Jalan Jend. A. Yani. Jalan
ini merupakan poros Garis Imajiner
Kraton Yogyakarta.
Terdapat beberapa obyek bersejarah di kawasan tiga
jalan ini antara lain Tugu
Yogyakarta, Stasiun Tugu, Gedung Agung, Pasar
Beringharjo, Benteng
Vredeburg dan Monumen
Serangan Oemoem 1 Maret.
Jalan Malioboro sangat terkenal dengan para pedagang kaki lima yang menjajakan kerajinan khas
jogja dan warung-warung lesehan di malam hari yang menjual makanan gudeg khas jogja serta terkenal sebagai
tempat berkumpulnya para Seniman-seniman-seniman yang sering mengekpresikan
kemampuan mereka seperti bermain musik, melukis, hapening art, pantomime dan lain-lain disepanjang jalan ini.
Malioboro
adalah nama salah satu jalan di Kota Yogyakarta atau Jogja. Jalan ini sangat
terkenal dan menjadi ikon dari kota Yogyakarta. Nama Malioboro ini berasal dari
bahasa Sansekerta yang berarti karangan bunga. Konon jalan ini memang selalu
dipenuhi dengan bunga saat perayaan-perayaan atau upacara-upacara tertentu.
Di jalan
Malioboro ini masih sangat terasa kekunoannya, karena di sekitar jalan ini
masih berdiri bangunan-bangunan bersejarah pada jaman Belanda, seperti Tugu
Yogyakarta, Stasiun Tugu, Benteng Vredeburg, Monumen Serangan Oemoem Satu
Maret.
Serta ada
pula pasar yang terkenal yakni Pasar Beringharjo. Di kawasan Malioboro ini
terkenal juga dengan pedagang kaki lima. Anda bisa berbelanja aneka produk
kerajinan lokal seperti batik, hiasan rotan, wayang kulit, bermacam tas,
sepatu, sandal dan juga Blangkon yakni topi untuk laki-laki khas daerah Jawa.
Serta barang-barang logam seperti emas, perak dan lainnya.
Lalu saat
malam hari tiba, kawasan ini juga ramai dengan banyaknya lapak-lapak lesehan
yang menjajakan berbagai macam makanan. Di sini anda bisa mencoba makanan khas
Yogyakarta yakni Gudeg Jogja dan pecel Jogja. Selain itu, ada juga makanan
lainnya seperti seafood yang tak kalah nikmatnya. Di Malioboro ini juga
terkenal dengan tempat berkumpulnya para seniman Jogja yang sering
mengekspresikan kemampuan mereka seperti bermain musik, melukis, pantomim dan
lain-lain.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dengan adanya pembuatan karya tulis ini kami dapat memperoleh
manfaat yang akan kami jadikan bekal untuk kedepannya. Serta dalam pembuatan
karya tulis ini membuat kami lebih terampil dan bertanggung jawab menyelesaikan
tugas yang telah kami terima.
Dan dari beberapa objek yang telah kami kunjungi maka dapat
kami simpulkan bahwa objek-objek itu mempunyai potensi dan manfaat dalam
berpatisipasi pada pembangunan bangsa dewasa ini pada masa yang akan mendatang,
khususnya di bidang pendidikan, dan kebudayaan.
Masing-masing objek yang kami kunjungi mempunyai ciri khas
masing-masing. Sehingga tiap-tiap objek mempunyai manfaat dan daya guna yang
lebih luas.
3.2 Saran
Saran yang kami berikan adalah Menambah waktu kunjungan
disetiap objek wisata, sehingga siswa mendapatkan data-data yang lebih lengkap
dan tidak merasa terburu-buru.
DAFTAR PUSTAKA
id.wikipedia.org/wiki/Owabong
id.wikipedia.org/wiki/Keraton_Ngayogyakarta_Hadiningrat
jogjatrip.com/id/207/Museum-Dirgantara-Mandala
jogjatrip.com/id/128/Taman-Pintar